Selasa, 20 Agustus 2013

Happy Eid Mubarok 1434 H

Assalamu'alaikum Sob, terlalu lama nggak posting hampir-hampir blog membusuk. Mumpung masih bulan syawal nih, Mima dan keluarga mengucapkan Taqaballahu minawa minkum, Minal aidzin wal faidzin mohon maaf batin dan lahir. Lohh kok "Batin dan Lahir" sih, pengen anti mainstream ya? No No No, ada filosofinya nih kenapa Mima sekeluarga ngucapinnya maaf Batin Lahir. 
Batin di sebut terlebih dahulu karena sesungguhnya dosa dosa itu bersumber dari dalam batiniah kita, terlebih dari pada itu dosa dalam hati itu lebih besar daripada dosa secara Lahir. Ibaratkan saja nih, aku punya kenalan namanya Eya, secara lahiriah aku nggak pernah menggunjing apa lagi menyakiti hati Eya (itu sebaik-baiknya contoh ya), namun hati orang siapa yang tahu gunjingan dalam hati itu lebih gencar daripada dalam lisan, enteng-entengnya nih someday Eya dresscodenya nggak match banget dan dalam hati ngemeng sendiri nih "Dih Eya nggak kece banget deh gayanya". Naah lo, menggunjing dalam hati kan. Yaah pokoknya mah tetep, Mohon Maaf sebesar-besarnya Batin Lahir ya Sob.

Sharing dikit aja nih tentang kebiasaan keluarga dan masyarakat sekitar di hari nan fitri ini, pastinya tiap keluarga punya kebiasaan sendiri ya, engging eengg dan ini happy family ku :3


Shalat Eid tahun ini sedikit berbeda, karena Bapak lagi tugas khotbah di masjid kampung gang sebelah jadinya sekeluarga ikutan biasanya kita selalu di Masjid Baiturrahman. Selesai shalat agendanya adalah Slametan Riyayan di Langgar samping rumah bersama-sama seluruh masyarakat dusun Kedungsingkal. Slametan ini tujuannya untuk mensyukuri nikmat dipertemukan dengan hari raya idul fitri dimana muslim(in/ah) sedunia layaknya terlahir kembali, selain itu sebagai ajang halal bi halal seluruh warga.


Di sini warga biasanya membawa makanan sob, biasanya dalam bentuk tumpeng, minuman, buah dan macem-macem tergantung kemampuan tiap warga. Setelah doa bersama yang dipimpin oleh sesepuh kampung, seluruh masyarakat langsung santap pagi bersama. Gini nih biasaya makannya ...





Setelah selesai makannya, langsung bersalam salaman. Tapi dalam tradisi orang jawa kurang afdol ketika belum langsung berkunjung ke tiap rumah warga. Nah di sini nih ajang adek-adek kecil biasanya cari THR, kemana-mana bawa tas kecil buat masukin salam tempelnya. Hmm tapi nih sob, seusiaku mahasiswa ini adalah usia yang "rawan", kenapa rawan? yaah gimana nggak rawan, di kasih salam tempel tapi udah dikategorikan gede, tapi di sisi lain belum berpenghasilan, alhasil nggak ada namanya pemasukan THR hari raya.

Di kebanyakan keluarga rata-rata punya tradisi bikin opor ayam + ketupat yang sudah bisa disantap di hari raya. Tapi mungkin itu tidak menjadi tradisi di keluargaku, jadinya kalo di rumah lebaran itu banyak kekurangan makannya. Alasan lainnya, karena orang tua dari Bapak masih lengkap, jadinya hari raya pertama langsung cuss ke Kediri untuk kumpul-kumpul bareng keluarga besar. Baru tuh makan-makannya di rumah si mbah Kediri.
Dan karena udah nyingung dikit tentang ketupat. Di Jawa khususnya punya tradisi Hari Raya Ketupat, hari raya +6 atau malam 8 syawal mungkin ya perhitungannya, dimana para warga saling berbagi ketupat. 



Minggu, 28 April 2013



Aku suka bau tanah kering yang terguyur hujan sore ini,
Bau wangi tanah yang sesak menahan rindu pada hujan yang lama ia tunggu,
Tanah ngilu mengaduh, 
menengagadah pada lagit yang hanya menggantungkan awan-awan hitam.

Sore ini, ___
ku titipkan ucap selamat pada angin untuk tanah yang menyatu dengan hujan.
Banggaku pada tanah, seakan aku ingin menjadi layaknya ia. 
yang setia menunggu balas cinta hujan 
meski hujan lama menggantung di langgit-langgit yang mulai suram.

Kamis, 24 Januari 2013

Demokrasi, Jabatan Bukan Halangan Pemberian Gelar “Tersangka”


Demokrasi, Jabatan Bukan Halangan Pemberian Gelar “Tersangka”
Oleh : Siti Rahma Novikasari
 
            Dengan seloga “Menagih Janji, Menolak Lupa” masyarakat terus menerus mengingatkan pemerintah, mengingatkan KPK untuk terus menindak lanjuti kasus-kasus yang hampir tertutup entah karena alasan politis apa lagi. Kasus Bank Century merupakan salah satu kasus yang di tagih penyelesaiannya oleh masyarakat Indonesia.
            Baru-baru ini masyarakat gempar terkait belum diperiksanya Boediono, Wakil Presiden Republik Indonesia. Karena Boediono selaku Gubernur Bank Indonesia pada saat itu. Masyarakat mulai bersuara dengan ketidak adilan penegakan hukum di Indonesia, apakah karena jabatan Wakil Presiden, Boediono menjadi kebal akan hukum? Dari berita yang dilansir oleh Republika ini telah menjawab bahwa, tidak, Jabatan tidak menjadikan seseorang itu kebal akan hukum di negerinya sendiri. Tidak pula menjadi halangan untuk member gelar tersangka, apabila telah cukup dua alat bukti seperti yang dikatakan oleh Abraham Samad, Ketua KPK.
            Indonesia sebagai Negara Demokrasi, berjulukkan Negara Hukum haruslah benar-benar menjunjung tinggi prinsip equality before the law. Semua orang memiliki kedudukan yang sama diatas hukum, baik dia tukang sapu jalanan bahkan sampai wakil presidenpun, ketika dalam pemiriksaan dirinya dikatakan bersalah dan melanggar hukum yang berlaku di Indonesia, hilanglah perbedaan strata.
            Berhembus kabar selanjutnya, bahwa DPR akan melakukan tindakan impeachment. DPR telah melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik jika ada wacana demikian, namun harus ada proses-proses yang dijalani sebelum melakukan impeachment terhadap Boediono. Awalan DPR harus menggunakan hak angketnya untuk melakukan pemeriksaan dan penyidikan secara politik kepada Boediono, dan diteruskan dengan proses-proses selanjutnya yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.
            Demokrasi, esensinya tidak hanya menjadi dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat. Tetapi juga menerobos sekat jabatan demi kepentingan dan keadilan rakyat. Untuk Indonesia yang lebih baik, bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/12/12/27/mfoz04-kpk-beberapa-langkah-lagi-boediono-tersangka

Demokrasi Pers di Indonesia, Kebebasan atau Keblabasan ?


Demokrasi Pers di Indonesia, Kebebasan atau Keblabasan ?
 Oleh : Siti Rahma Novikasari 

Kebebasan pers di Indonesia, memiliki sejarah yang cukup panjang beriringan dengan perkembangan pemerintahan. Mulai dari zaman penjajahan di mana pers mengalami pembatasan oleh pemerintah Hindia Belanda, begitu juga pada masa Orde Lama kebebasan pers pun berlangsung kurang baik walaupun telah tercantum dalam Pasal 19 UUD 1945 bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan pempunyai dan mengeluarkan pendapat”. Masuk pada masa-masa Orde Baru, tidak ada kemajuan dari kebebasan pers, surat kabar-surat kabar yang tidak pro pemerintahan dibredel begitu saja. Hingga saat ini, masa revormasi memberikan kesempatan besar atas kebebasan pers di Indonesia, hal ini ditandai dengan direvisinya aturan mengenai perizinan pernerbitan (SIUPP) dan pencabutan aturan mengenai wadah tunggal organisasi wartawan.
Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, adalah wujud dari adanya demokrasi pers yang bebas dan bertanggung jawab, dengan peranan : a) Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; b) Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, danHak Asasi Manusia, serta menghormat kebhinekaan; c) Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar; d) Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; e) Memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Dalam Undang-Undang ini juga telah menegaskan bahwa dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapatkan perlindungan hukum.
Berbicara mengenai perlindungan hukum terhadap wartawan, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat adanya kenaikan kasus kekerasan terhadap jurnalis di tahun 2012, 56 kasus dibanding tahun 2011 berjumlah 49 kasus. Sayangnya dari 56 kasus tersebut hanya 7 kasus yang ditangai oleh penyidik polisi maupun militer. Mengapa demikian apakah menjadi diimungkinkan ada benang merah karena dari data yang ada 3 kasus kekerasan dilakukan aparat pemerintah, 11 kasus dilakukan polisi, dan 9 kasus dilakukan oleh aparat TNI. Sehingga tidak ditanganinya kasus kekerasan terhadap pers tersebut? Penyelesaian masalah ini menjadi sangat diremehkan ketika hanya diselesaikan dengan jalur damai dengan sekedar meminta maaf. Hal ini selanjutnya akan menjadikan kekerasan terhadap jurnalis, wartawan, pers menjadi hal yang biasa-biasa saja. Padahal kita ketahui bersama jurnalis adalah profesi yang dilindungi hukum. Lalu dimana letak keadilan yang dijunjung tinggi bangsa Indonesia sebagai Negara hukum?
Inilah memang uniknya Indonesia, di satu sisi tergambarkan dalam dua berita diatas bahwa kebebasan pers terinjak injak, suram ditahun ini, sampai memancing aksi dari berbagai kalangan atas penghinaan terhadap kebebasan pers. Memang tidak ada yang akan menguak keburukan terhadap diri sendiri, begitu juga dengan pers yang ada di Indonesia. Begitu gencarnya pers memberitakan perlindungan kebebasan terhadap dirinya sendiri namun lihat di sisi lain. Dewasa ini pers di Indonesia mulai “keblabasan”, melewati jalur bebas dan bertanggung jawab yang diamanatkan oleh UU. Saat ini pers sudah terlampau bebas memberitakan seseorang tanpa mempertimbangkan praduga tak bersalah. Pers adalah penggerak mindset masyarakat yang hanya menerima berita, sehingga mereka yang tidak tahupun ikut menghakimi. Pers haruslah memberikah pengetahuan kepada masyarakat dalam koridor netral tanpa memihak, apalagi memberikan penghakiman. Bisa dikatakan pers melakukan pembodohan terhadap masyarakat yang tidak tahu menahu soal permasalahan apa yang terjadi sesungguhnya.
Kita lihat saja bagaimana aksi-aksi anarkis yang dilakukan oleh masyarakat, pemuda, mahasiswa atas sebuah isu yang dikembangkan oleh media. Inilah hebatnya media, memiiki kekuatan provokatif. Isu-isu yang masih setengah matang dan semu disampaikan dengan menggebu, hasilnya sudah bisa kita lihat sendiri, aksi anarkis, penghakiman masa. Pers yang dalam peranannya sebagai media acuan yang berimbang kini banyak dimiliki oleh elit-elit politik dengan kepentingannya masing-masing. Sehingga pemberitaan dapat di buat menjadi seindah apapun sesuai dengan kepentingan pemilik.
Pers adalah aspek yang sangat vital dalam sebuah Negara oleh karena itu, marilah sebagai masyarakat kita juga melakukan pengawasan yang intensive terhadap lembaga pers di Indonesia, laporkan kepan lembaga yang berwenang apabila terjadi penyalah gunaan. Agar selanjutnya pers di Indonesia menjadi acuan masyarakat yang berimbang, berbas, bertanggung jawab, dan jujur sebagai pilar demokrasi di Negara hukum, Indonesia.

Sumber :


Selasa, 06 November 2012

Analisa Pasal 20A ayat (1) UUD NRI 1945

“Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan” 


            Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disebut dengan DPR merupakan Lembaga Tinggi Negara dimana tugas dan kewenagannya telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar. Sebelum dilakukannya amandemen terhadap UUD 1945, DPR diatur dalam BAB VII tentang Dewan Perwakilan Rakyat Pasal 19-22. Amandemen UUD 1945 dengan banyak alasan yang melatarbelakanginya dan salah satu alasannya adalah untuk mengurangi abuse of power yang dimiliki oleh pihak eksekutif akbat dari ketentuan UUD 1945 dan bunyi tiap pasalnya yang multi tafsir sehingga tidak adanya batasan-batasan yang rigid atas kewenangan tiap lembaga Negara.
            Pasca amandemen UUD 1945, DPR tetap diatur dalam BAB VII tentang Dewan Perwakilan Rakyat namun dengan pasal yang berekspansi sangat luas menjadi pasal 19, 20, 20A,  21, 22, 22A, 22B. Jika dalam UUD 1945 fungsi dari DPR tidak disebutkan secara eksplisit, berbeda halnya dengan pengaturan fungsi DPR dalam UUD 1945 pasca amandemen yang saat ini disebut dengan UUD NRI 1945. Dijelaskan secara eksplisit dalam Pasal 20A ayat (1) UUD NRI 1945 “Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan” yang selanjutnya ke tiga fungsi tersebut dijabarkan dalam UU 27/2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Disebutkan secara tegas dalam Pasal 69 UU tersebut bahwa DPR mempunyai fungsi Legislasi, Anggaran, dan Pengawasan, yang selanjutnya dalam pasal 70 dijabarkan sebagai berikut :
(1) Fungsi legislasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf a dilaksanakan sebagai perwujudan DPR selaku pemegang kekuasaan membentuk undang-undang.
(2) Fungsi anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf b dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh Presiden.
(3) Fungsi pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf c dilaksanakan melalui pengawasan atas pelaksanaan undang-undang dan APBN.
Kembali dijelaskan dalam bagian fungsi DPR, bahwa ketiga fungsi tersebut dijalankan dalam kerangka representasi rakyat, kemudian dijelaskan lebih lanjut bahwa pelaksanaan fungsi DPR terhadap kerangka representasi rakyat dilakukan antara lain melalui pembukaan ruang partisipasi publik, transparansi pelaksanaan fungsi, dan pertanggungjawaban kerja DPR kepada rakyat.


Fungsi Legislasi
Sesuai pembagian kekuasan lembaga tinggi Negara, DPR masuk dalam ranah lembaga legislative yang memang sesuai sebutannya dapat dikaitkan dengan kegiatan pembentukan kebijakan public (law making function) seperti halnya dikatakan dalam kostitusi bahwa DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang dan berhak mengajukan usul rancangan undang-undang.
Jika dilihat dewasa ini, memang banyak sekali regulasi-regulasi yang telah dikeluarkan oleh DPR. Paling tidak DPR telah memenuhi fungsi legislasi sesuai amanah konstitusi. Namun yang perlu ditelaah lebih lanjut, kewengan legislasi yang dimiliki oleh DPR ini semakin hari terlihat semakin diperluas tanpa ada batasan-batasan. Seperti halnya baru-baru ini saja ketika ada konflik memanas antara Polri dan KPK, entah sebab apa yang jelas dan dapat diterima kemudian DPR mengajukan RUU KPK sedangkan di sisi lain public merasa tidak ada suatu hal yang mengharuskan UU KPK tersbut untuk dilakukan perumusan kembali, dengan meninjau hasil RUU yang dalam isinya terkesan melemahkan KPK. Menjadi dapat diatarik hipotesa singkat bahwa terselip konflik kepentingan dalam langkah penjalanan fungsi legislasi DPR ini.
Memang bukan hal yang salah, bahkan kemudian menjadi hal yang baik untuk dilakukannya perubahan pada undang-undang yang dirasa belum mengcover kepetingan public atau membuat peraturan-peraturan selanjutnya yang memang belum ada ketentuan atas hal tersebut. Namun yang kini didapati banyak peraturan perundang-undangan yang lahir namun malah menyalahi ketentuan peraturan yang lebih tinggi, sehingga yang ada saat ini regulasi yang telah dibuat oleh DPR bersama Presiden bisa saja hari ini dimulai pemberlakuannya namun keesokan hari masuk berkas judicial review kepada Mahkamah konstitusi menyangkut regulasi tersebut.
Fungsi Anggaran
            Pasal 23 UUD NRI 1945 Pasal 23 menjelaskan bahwa : (2) Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. (3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu. Sedangkan UU Nomor 17/2003 tentang keuangan negara yang menyatakan APBN merupakan neraca keuangan pemerintah yang disetujui DPR.
            Telah diketahui bersama bahwa setiap program pembangunan nasional tahunan selalu dituangkan dalam UU APBN sehingga haruslah dimulai dengan penjabaran materi kebijakan hukum yang dalam Pasal diatas disebutkan bahwa DPR turut memberikan pertimbangan. Hak budgeting ini dilaksanakan secara langsung maupun tidak langsung dalam konteks pengawasan terhadap anggaran sejak perencanaan dan penyusunan RUU APBN hingga pembahasan sampai pada akhirnya penetapan anggaran Negara dalam bentuk UU APBN. Marzuki Alie selaku ketua DPR RI sempat memberikan keterangan bahwa dalam pelaksanaan fungsi anggaran masih didapatinya beberapa kendala, antara lain kurangnya tenaga ahli di Badan Anggaran dan Badan Akuntabilisa Keuangan Negra serta dibutuhkan banyaknya waktu mulai dari perencanaan hingga penetapan anggaran Negara.
            Namun ternyata juga banyak yang perlu dikritisi kembali terkait pelaksanaan fungsi budgeting DPR ini. Banyak kalangan yang menilai bahwa fungsi budgeting ini belum pro rakyat. Banyak hal yang dipertanyakan kembali mengenai dana studi banding ke luar negeri bagi anggota-anggota DPR, kunjungan daerah, mobil dinas yang sering berganti walaupun yang lama dirasa masih sangat baik, begitu juga adanya dana rumah aspirasi. Riset yang telah dilakukan oleh banyak kalangan menunjukan sebuah data kuantitatif yang kemudian memunculkan opini public bahwa DPR menggunakan bahkan menghambur-hamburkan uang rakyat dalam jumlah yang tebilang sangat besar dan menjadi satu tindakan yang dipandang tidak bermanfaat serta tidak tepat untuk dilakukan mengingat feedback dari sejumlah anggaran yang dikeluarkan itu tidak dirasakan oleh masyarakat.
            Fungsi budgeting ini nyatanya juga dipenuhi dengan kepentingan-kepentingan politis, salah satunya disalahgunakan untuk melakukan pelemahan terhadap KPK. Melalui APBN 2012 yang telah disetujui DPR terdapat anggaran pembangunan gedung KPK senilai Rp. 72,8 Miliyar atau 4,7% dari seluruh usulan gedung baru lembaga yudikatif yang ada, sebut saja satu contoh Mahkamah Agung mendapatkan 43,15% dari anggaran yaitu senilai Rp. 663,2 Miliyar.
Fungsi Pengawasan
Pengawasan legislative yang berupa pengawasan terhadap pelaksanaan UUD 1945, Hukum dan peraturan pelaksanaannya yang termanifestasikan pada hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Dijelaskan pula dalam UUD NRI 1945 Pasl 20A ayat (2) bahwa  Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasalpasal lain UndangUndang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Kemudian dijabarkan mengenai penjelasan setiap hak DPR tersebut oleh Pasal 77 UU No. 27/2009:
-        Hak Interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada Pemerintah mengenai kebijakan Pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
-        Hak Angket adalah adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
-        Hak Menyatakan Pendapat adalah hak DPR untuk menyatakan pendapat atas :
a. Kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau di dunia internasional;
b. Tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket sebagaimana
c. Dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela, dan/atau Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Pada tahun 2010 lalu DPR telah membentuk 32 Panitia Kerja (Panja) guna melakukan fungsi pengawasan yang diamanatkan oleh konstitusi atasnya. Penggunaan hak DPR masih dijalankan dalam ranah kepentingan politis diluar substansi fungsi pengawasan yang diberikan oleh UUD. Namun disamping itu, DPR dalam menjalankan fungsi pengawasan pelaksanaan UU nampaknya terjadi penafsiran yang cukup luas hingga menjadikan adanya interfensi berlebihan terhadap lembaga lain di dalam fungsi yang dimilikinya yakni pengawasan. DPR kini meluas artikan pengawasan yang dimilikinya untuk mengawasi seluruh lembaga Negara terlebih lembaga eksekutif. Seperti diawal refermasi lalu, pengawasan bahkan dilakukan secara berlebih terhadap eksekutif, menunjukkan otoritasnya dengan menggunakan hak interpelasi dan hak angket, impeachment dilakukan terhadap Presiden Abdurrahman Wahid. Fungsi eksekutif nampaknya mulai melemah, Presiden selalu dibayang-bayangi DPR dalam apa-apa yang dilakukannya. Penyalahgunaan fungsi pengawasan yang akhirnya tidak pro rakyat ditunjukkan dengan interplasi DRP terhadap lumpur lapindo, anget BBM dan kasus Bank Century yang semua kasus-kasus tersebut seperti halnya menghilang entah kemana tanpa kejelasan, seakan-akan DPR begitu juga eksekutif menutup telinga ketika masyarakat meneriakan untuk menolak lupa dan membuka kembali kasus-kasus tanpa penyelesaian tersebut.
Menutup analisis mengenai Pasal 20A ayat (1) UUD NRI 1945 ini dengan sebuah pertanyaan. Dengan adanya amandemen UUD 1945 apakah dapat dikatakan abuse of power berpindah tangan dari Eksekutif kepada Legislatif ?




Sumber :
-          Undang-Undang Dasar Negara Republin Indonesia Tahun 1945
-          Artikel: Ketidakadilan DPR-RI dalam menjalankan fungsinya. Oleh Sulistyowati
-          Website :
-          Peraturan Perundang-undangan:
-          UU 27/2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Minggu, 04 November 2012

HBD my Hero's Dady


Selamat Ulang Tahun Bpk. M. Darin Arif Mu'allifin, Limpahan cinta Allah untukmu yakinku menjadi lebih, lebih dan lebih. Di usiamu yang makin berkurang, tak pernah mengurangi jiwa amanahmu. 
Selalu menjadi sosok yang membuatku menangis disetiap tuturmu, mengajakku berbincang dan diskusi tentang hidup disela kita duduk santai diteras rumah ataupun sambil menemanimu di samping kemudi mobil (teringan bpk bilang nggak pernah tega liat aku bawa mobil -_-), jangan bosan memarahi aku bahkan pukul aku bila perlu ketika aku mulai lalai ketika aku mulai tak mendengarkan semua yang engkau nasihatkan.
Engkau sosok yang mengajariku untuk punya integritas, untuk bertindak dengan rasa walaupun bagiku itu sulit. Engkau yang mengajariku untuk berfikir jauh ke depan tak hanya untuk diri sendiri tapi juga orang lain, mengajariku menerima orang lain bagaimanapun mereka dan apapun warnanya.
Tidak ada kata Tidak Bisa, aku selalu ingat kata-kata itu. Aku pasti bisa mengalahkanmu suatu saat,
Aku menyayangimu :)

Kamis, 01 November 2012


"Distance" Christina Perri ft. Jason Mraz

The sun is filling up the room
And I can hear you dreaming
Do you feel the way I do right now?
I wish we would just give up
Cause the best part is falling
Call it anything but love

And I will make sure to keep my distance
Say "I love you" when you're not listening
How long can we keep this up, up, up?

And please don't stand so close to me
I'm having trouble breathing
I'm afraid of what you'll see right now
I give you everything I am
All my broken heart beats
Until I know you understand

And I will make sure to keep my distance
Say "I love you" when you're not listening
How long can we keep this up, up, up?

And I keep waiting
For you to take me
You keep waiting
To save what we have

So I'll make sure to keep my distance
Say "I love you" when you're not listening
How long can we keep this up, up, up?

Make sure to keep my distance
Say "I love you" when you're not listening
How long til we call this love, love, love?